Judul: Tiada Ojek di
Paris
Penulis: Seno Gumira Ajidarma
Penerbit: Mizan
Tebal: 207 halaman
Penulis: Seno Gumira Ajidarma
Penerbit: Mizan
Tebal: 207 halaman
Jakarta, Rembulan, dan
Keterasingan
Bulan telah pingsan di atas Kota
Jakarta tapi tak seorang menatapnya!
Bulan telah pingsan Mama, bulan
telah pingsan Menusuk tikaman beracun dari lampu-lampu Kota Jakarta dan
gedung-gedung tak berdarah berpaling dari bundanya
Siapa yang terasingkan dari
Jakarta? Bahkan bulan pun merasa tak seorang menatapnya. Begitulah
personifikasi rembulan yang merupakan identifikasi diri dari manusia yang
merasa terasing di Kota Jakarta.
Keterasingan atau alienasi adalah
wacana yang tumbuh bersama lahirnya sebuah kota, tempat manusia tak dihubungkan
oleh kesatuan adat, apalagi darah, seperti dalam masyarakat tradisional dalam
pola kekerabatan di kampung, melainkan oleh kesatuan kepentingan. Orang datang
ke Jakarta untuk menyambung dan mempertahankan hidup, dalam arti kiasan atau
sebenarnya, bukan karena cinta kepada Jakarta. Kepentingan survival ini membuat
orang Jakarta berkompetisi. Keakraban mengalami reduksi. Maka manusia pun hidup
dalam keterasingan.
Namun, keterasingan bukanlah
akhir dunia. Seterasing-asingnya, mereka yang tinggal di Jakarta selalu
mempunyai perasaan mesra tentang kotanya. Keterasingan selalu bertimbal balik
dengan kerinduan.
Ulasan:
Siapa tak kenal Seno? Tulisan-tulisannya selalu bernas. Tiada Ojek di Paris adalah kumpulan esai Seno tentang masyarakat urban dan kota metropolitan. Esai ini terdiri dari 44 cerita pendek yang dapat dibaca secara terpisah.
Siapa tak kenal Seno? Tulisan-tulisannya selalu bernas. Tiada Ojek di Paris adalah kumpulan esai Seno tentang masyarakat urban dan kota metropolitan. Esai ini terdiri dari 44 cerita pendek yang dapat dibaca secara terpisah.
Buku ini berisi pengamatan Seno
tentang masyarakat urban. Jakarta adalah kota yang dipilih Seno sebagai latar
belakang kisah-kisah di dalam buku ini. Kota yang terus bertumbuh dan menuntut
semua elemen di dalamnya untuk ikut bergerak gegas dan cepat. Kehidupan urban
menjadi simbol perkembangan sebuah kota. Mobilitas kaum urban dikenal sangat
tinggi dikarenakan beragamnya kegiatan yang mereka ikuti. Tak ketinggalan gaya
hidup yang menjadi identitas kaum urban yang dapat menentukan strata sosial
mereka di masyarakat.
Barangkali kita akan merasa
sedikit tertohok, atau bahkan tertawa dan kemudian mengernyitkan kening ketika
membaca kumpulan esai yang bercerita tentang berbagai polah kaum urban. Sadar atau
tidak kita seringkali tertipu dan terkungkung oleh kehidupan yang kita sebut
dengan modern itu.
Sumber
http://buku.enggar.net/
0 komentar:
Posting Komentar