Judul: Bakat Bukan
Takdir
Penulis: Bukik Setiawan & Andrie Firdaus
Penerbit: Buah Hati
Tahun terbit: 2016
Tebal: 250 halaman
Penulis: Bukik Setiawan & Andrie Firdaus
Penerbit: Buah Hati
Tahun terbit: 2016
Tebal: 250 halaman
Membaca tulisan di awal buku Pak
Bukik ini mengingatkan saya kepada pertanyaan serupa yang pernah saya tanyakan
kepada Ibu, apa perlunya saya belajar banyak hal? Jawaban Ibu saya sederhana
saja, nggak pp kamu belajar banyak (pengetahuan), karena kamu akan menemukan
kesukaanmu (minat). Dan dari sana kamu bisa mengembangkan potensi yang kamu
miliki.
Saya kira Ibu saya benar :). Dan
serupa dengan yang dituliskan Pak Bukik, ketika seorang anak bertanya apa
perlunya mereka belajar banyak hal, pada titik itu lah peran orangtua menjadi
sangat penting. Karena orangtualah yang dapat membantu anak merajut semua
pengetahuan menjadi kearifan yang mengarah pada tujuan hidup anak. Karena orangtualah
yang dapat memfasilitasi anak untuk menerapkan pengetahuan menjadi keterampilan
dan kebiasaan hidup. (halaman 6).
Lalu, bagaimana cara orang tua
atau pendidik mengarahkan putra-putri mereka untuk kelak dapat meniti karir
sesuai minat dan bakat mereka? Nah, buku ini tidak sekedar berteori namun juga
memberikan latihan praktis bagi orang tua untuk menyiapkan anak-anak mereka
berkarier cemerlang di zaman kreatif.
Zaman kreatif? Yup, itu lah zaman
yang akan dihadapi anak-anak kita. Zaman dimana teknologi berkembang pesat,
semakin terbatasnya sumber daya namun semakin beragamnya pilihan. Jika zaman
orang tua mereka profesi yang mungkin diminati adalah menjadi dokter, guru,
atau pilot. Nah, di zaman kreatif akan muncul berbagai pilihan karir baru yang memberi
peluang kepada bakat dan minat seorang anak. Semisal anak yang berbakat di
bidang seni, dengan segala kemajuan teknologi maka potensi yang ia miliki
mempunyai banyak wadah untuk ditumbuhkembangkan. Menukil kalimat di sampul
belakang buku, “Kemampuan anak untuk berkreasi sesuai bakatnya akan semakin
menentukan perannya di zaman kreatif".
Apa sih bakat itu? Bukankah bakat
adalah takdir? Kalau takdirnya nggak bisa nulis ya nggak bisa jadi penulis,
begitu? Nah, kalau Anda memiliki anggapan seperti itu, buku ini layak
dibaca.
Buku Bakat Bukan Takdir menolak
anggapan klasik yang menyatakan bahwa bakat adalah bawaan lahir. Bahwa bakat
adalah takdir.
Bakat bukanlah potensi melainkan
suatu tindakan nyata. Bakat bukan sekadar sesuatu yang dibawa sejak lahir, tapi
pengembangan potensi anak hingga menjadi tindakan nyata atau suatu karya yang
bermanfaat.
Kecerdasan aksara adalah potensi. Menulis buku adalah bakat. Menulis skenario film adalah bakat.
Kecerdasan sosial adalah potensi. Menjual barang adalah bakat. Meyakinkan orang adalah bakat. (halaman 21)
Jadi, bakat adalah hasil belajar
yang berkelanjutan pada suatu bidang tertentu. Tanpa proses belajar, bakat
tidak akan berkembang.
Hm, menarik, bukan? Saya sangat
setuju sekali dengan kesimpulan di atas. Kenapa? Hehe, karena itu terjadi pada
diri saya. Tanpa bimbingan dan kepercayaan orang tua terhadap saya, barangkali
impian saya menerbitkan buku hanya sekedar di awang-awang.
Oke, kembali ke topik semula. Apa
itu kecerdasan aksara, kecerdasan sosial? Apa ada kecerdasan lainnya? Tentu,
jangan khawatir, masih banyak. Dan setiap orang, percaya atau tidak, bisa
memiliki banyak bakat loh, nggak hanya satu seperti yang diyakini orang selama
ini. Seperti yang telah dipaparkan di atas, bakat adalah hasil belajar, maka pada
dasarnya setiap orang bisa punya lebih dari satu bakat, tergantung kesesuaian
potensi diri dan kesempatan di masyarakat.
Adalah seorang tokoh pendidikan
bernama Howard Gardner, pencetus pemikiran mengenai kecerdasan majemuk.
Kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan suatu masalah, menciptakan suatu
produk yang bernilai dalam suatu budaya. Gardner membagi kecerdasan menjadi
delapan bagian, yaitu: kecerdasan aksara (Bahasa), kecerdasan logika
(Matematika), kecerdasan musik (Musikal), kecerdasan kinestetik (tubuh),
kecerdasan alam (Naturalis), kecerdasan visual dan spasial, kecerdasan
interpesonal dan kecerdasan intrapersonal. Atau dalam buku ini masing-masing
kecerdasan di atas diberikan penamaan sebagai berikut: Katanya (kecerdasan
aksara), Anka (kecerdasan logika), Rada (kecerdasan musik), Geradi (kecerdasan
kinestetik), Alata (kecerdasan alam), Akso (kecerdasan relasi atau
interpersonal), Sivisi (kecerdasan visual dan spasial) serta Krevi (kecerdasan
diri atau intrapersonal).
Gardner menyatakan bahwa setiap
anak memiliki semua komponen kecerdasan. Yang mana yang dominan barangkali
kembali kepada pemahaman di atas bahwa sekali lagi, bakat adalah proses belajar
berkelanjutan.
Lalu, bagaimana menumbuhkan
potensi ini? Sejak dahulu kita percaya bahwa pendidikan menanamkan adalah
solusi terbaik untuk mencetak anak-anak yang cemerlang. Eh, begitu?
Pendidikan menanamkan bahkan dikritik oleh Bapak Pendidikan kita, KI Hajar Dewantara. Menurut Beliau, agar anak-anak dapat menghadapi tantangan di masa depan maka sebaiknya pendidikan menanamkan ditinggalkan dan beralih lah kepada pendidikan menumbuhkan.
Loh, apa itu pendidikan menanamkan
dan apa pula menumbuhkan? Bagi pendidikan menanamkan, anak diibaratkan kertas
kosong. Maka orang dewasa merasa berhak memberi lukisan di atas kertas kosong
tersebut. Anak menjadi objek dan orang dewasa sebagai subjek. Berbeda dengan
pendidikan menumbuhkan. Pendidikan menumbuhkan percaya bahwa anak bukanlah
kertas kosong. Mereka memiliki pikirannya sendiri. Anak pun dapat bertanggungjawab
terhadap dirinya. Bagaimana? Pertanyaan yang bagus nih.. hehe, karena sebaiknya
Anda membaca dan menuntaskan buku ini serta mengikuti berbagai latihan yang
diberikan di dalam buku. Ada juga latihan yang bisa dikerjakan bersama
putra-putri Anda.
Siap untuk menjadi pendidik yang
menumbuhkan? Pasti bisa. Zaman berubah maka bekali agar anak kita tidak hanya
sekadar bisa memperoleh pekerjaan dan penghasilan tetapi juga bisa merasakan
kepuasan dari gaya hidup sebuah profesi yang elegan. Profesi yang mereka cintai
sehingga bisa memberikan kebermanfaatan bagi diri dan sesama. Tidak hanya karir
yang cemerlang tetapi yang terpenting bekali mereka agar menjadi manusia yang
mandiri dan mampu menghadapi perubahan zaman.
Sumber
http://buku.enggar.net/
0 komentar:
Posting Komentar