1. Perbandingan cyber law, Computer crime act (Malaysia), Council of Europe
Convention on Cyber crime
Cyber law adalah seperangkat aturan hukum
tertulis yang berlaku di dunia maya. Cyber law ini dibuat oleh negara untuk
menjamin warga negaranya karena dianggap aktivitas di dunia maya ini telah
merugikan dan telah menyentuh kehidupan yang sebenarnya (riil). Mungkin bila
kita melihat bila di dunia maya ini telah ada suatu kebiasaan-kebiasaan yang
mengikat ‘masyarakatnya’, dan para Netizens (warga negara dunia maya) telah
mengikuti aturan tersebut dan saling menghormati satu sama lain. Mungkin tidak
perlu sampai ada cyber law, karena dianggap telah terjadi suatu masyarakat yang
ideal dimana tidak perlu adanya ‘paksaan’ hukum dan penjamin hukum.
Dilihat dari ruang lingkupnya, Cyber Law meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan subyek hukum yang memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai “online” dan seterusnya sampai saat memasuki dunia maya. Oleh karena itu dalam pembahasan Cyber Law, kita tidak dapat lepas dari aspek yang menyangkut isu prosedural, seperti jurisdiksi, pembuktian, penyidikan, kontrak/transaksi elektronik dan tanda tangan digital/elektronik, pornografi, pencurian melalui internet, perlindungan konsumen, pemanfaatan internet dalam aktivitas keseharian manusia, seperti e-commerce, e-government, e-tax, e learning, e-health, dan sebagainya.
Dengan demikian maka ruang lingkup Cyber Law sangat luas, tidak hanya semata-mata mencakup aturan yang mengatur tentang kegiatan bisnis yang melibatkan konsumen (consumers), manufaktur (manufactures), service providers dan pedagang perantara (intermediaries) dengan menggunakan Internet (e-commerce). Dalam konteks demikian kiranya perlu dipikirkan tentang rezim hukum baru terhadap kegiatan di dunia maya.
Dilihat dari ruang lingkupnya, Cyber Law meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan subyek hukum yang memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai “online” dan seterusnya sampai saat memasuki dunia maya. Oleh karena itu dalam pembahasan Cyber Law, kita tidak dapat lepas dari aspek yang menyangkut isu prosedural, seperti jurisdiksi, pembuktian, penyidikan, kontrak/transaksi elektronik dan tanda tangan digital/elektronik, pornografi, pencurian melalui internet, perlindungan konsumen, pemanfaatan internet dalam aktivitas keseharian manusia, seperti e-commerce, e-government, e-tax, e learning, e-health, dan sebagainya.
Dengan demikian maka ruang lingkup Cyber Law sangat luas, tidak hanya semata-mata mencakup aturan yang mengatur tentang kegiatan bisnis yang melibatkan konsumen (consumers), manufaktur (manufactures), service providers dan pedagang perantara (intermediaries) dengan menggunakan Internet (e-commerce). Dalam konteks demikian kiranya perlu dipikirkan tentang rezim hukum baru terhadap kegiatan di dunia maya.
Jadi Cyber Law adalah kebutuhan kita bersama.
Cyber Law akan menyelamatkan kepentingan nasional, pebisnis internet, para
akademisi dan masyarakat secara umum, sehingga keberadaannya harus kita dukung.
Computer Crime Act ( malaysia ) adalah sebuah
undang-undang untuk menyediakan pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan
penyalahgunaan computer di malaysia. CCA diberlakukan pada 1 juni 1997 dan
dibuat atas keprihatinan pemerintah Malaysia terhadap pelanggaran dan
penyalahgunaan penggunaan computer dan melengkapi undang-undang yang telah ada.
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) merupakan Cyber Law (Undang-Undang) yang digunakan untuk memberikan dan mengatur bentuk pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan komputer.
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) merupakan Cyber Law (Undang-Undang) yang digunakan untuk memberikan dan mengatur bentuk pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan komputer.
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer)
yang dikeluarkan oleh Malaysia adalah peraturan Undang-Undang (UU) TI yang
sudah dimiliki dan dikeluarkan negara Jiran Malaysia sejak tahun 1997 bersamaan
dengan dikeluarkannya Digital Signature Act 1997 (Akta Tandatangan Digital),
serta Communication and Multimedia Act 1998 (Akta Komunikasi dan Multimedia).
Di Malaysia, sesuai akta kesepakatan tentang kejahatan komputer yang dibuat tahun 1997, proses komunikasi yang termasuk kategori Cyber Crime adalah komunikasi secara langsung ataupun tidak langsung dengan menggunakan suatu kode atau password atau sejenisnya untuk mengakses komputer yang memungkinkan penyalahgunaan komputer pada proses komunikasi terjadi.
Council of Europe Convention on Cybercrime, merupakan salah satu contoh organisasi internasional yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia maya, dengan mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk meningkatkan kerjasama internasional dalam mewujudkan hal ini.
Di Malaysia, sesuai akta kesepakatan tentang kejahatan komputer yang dibuat tahun 1997, proses komunikasi yang termasuk kategori Cyber Crime adalah komunikasi secara langsung ataupun tidak langsung dengan menggunakan suatu kode atau password atau sejenisnya untuk mengakses komputer yang memungkinkan penyalahgunaan komputer pada proses komunikasi terjadi.
Council of Europe Convention on Cybercrime, merupakan salah satu contoh organisasi internasional yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia maya, dengan mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk meningkatkan kerjasama internasional dalam mewujudkan hal ini.
Counsil of Europe Convention on Cyber Crime
merupakan hukum yang mengatur segala tindak kejahatan komputer dan kejahatan
internet di Eropa yang berlaku pada tahun 2004, dapat meningkatkan kerjasama
dalam menangani segala tindak kejahatan dalam dunia IT. Council of Europe
Convention on Cyber Crime berisi Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi Informasi
(RUU-PTI) pada intinya memuat perumusan tindak pidana.
Council of Europe Convention on Cyber Crime
juga terbuka bagi bagi Negara non eropa untuk menandatangani bentu kerjasama
tentang kejahatan didunia maya atau internet terutama pelanggaran hak cipta
atau pembajakkan dan pencurian data. Jadi tujuan adanya konvensi ini adalah
untuk meningkatkan rasa aman bagi masyarakat terhadap serangan cyber crime,
pencarian jaringan yang cukup luas, kerjasama internasional dan penegakkan
hukum internasional.
Kesimpulan perbandingan dari ketiganya yaitu cyber law merupakan seperangkat aturan tertulis yang dibuat negara untuk menjamin aktivitas warganya di dunia maya, sanksinya dapat berupa hukuman, pelarangan dan lain-lain. Dalam kenyataannya cyber ethics dapat menjadi suatu alternatif dalam mengatur dunia cyber, meskipun tidak menutup kemungkinan cyber ethics menjadi cyber law, hal ini tentu berulang kepada kita sendiri. Sedangkan Computer crime act adalah undang-undangnya, dan Council of europe convention on cyber crime merupakan salah satu organisasinya. Dari ketiganya mempunyai keterikatan satu sama lain.
Kesimpulan perbandingan dari ketiganya yaitu cyber law merupakan seperangkat aturan tertulis yang dibuat negara untuk menjamin aktivitas warganya di dunia maya, sanksinya dapat berupa hukuman, pelarangan dan lain-lain. Dalam kenyataannya cyber ethics dapat menjadi suatu alternatif dalam mengatur dunia cyber, meskipun tidak menutup kemungkinan cyber ethics menjadi cyber law, hal ini tentu berulang kepada kita sendiri. Sedangkan Computer crime act adalah undang-undangnya, dan Council of europe convention on cyber crime merupakan salah satu organisasinya. Dari ketiganya mempunyai keterikatan satu sama lain.
Sumber materi :
Setiap warga Negara Indonesia berhak untuk melakukan apa saja, tetapi
harus barada di garis hukum yang berlaku sesuai dengan Undang-undang Negara
Indonesia. Di Indonesia masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta,
yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam
undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi
pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).
Hak cipta memiliki beberapa jenis yaitu berupa :
·
Puisi
·
Drama
·
Lagu
·
Koreografis
·
Music
·
Rekaman suara
·
Lukisan/gambar
·
Dan yang Lain-Lain
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak
cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti
paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta
bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk
mencegah orang lain yang melakukannya. hukum yang mengatur hak cipta biasanya
hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak
mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud
atau terwakili di dalam ciptaan tersebut.
Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta yang ada di Indonesia berupa :
1.
Hak Eksklusif yaitu hanya pemegang hak ciptalah yang
bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang
melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
2.
Hak ekonomi yaitu hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi
atas ciptaan.
3.
Hak moral yaitu hak yang melekat pada diri pencipta atau
pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa
pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan.
Berdasarkan UU RI no 19 tahun 2002 Bab 1
mengenai Ketentuan Umum, pasal 1 yaitu :
1.
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau
penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan
izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2.
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara
bersama -sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan
kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang
dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
3.
Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang
menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
4.
Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak
Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain
yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
5.
Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta,
yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan
pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan
karya rekaman suara atau rekaman bunyinya, dan bagi Lembaga Penyiaran untuk
membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.
6.
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak
Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau
memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan
tertentu.Mungkin tulisan kali ini dapat sedikit membantu anda lagi walaupun
tergolong singkat.
Ketentuan umum hak cipta adalah hak eklusif
bagi pencipta atas pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaanya atau memberikan izin. Hak cipta berlaku pada berbagai
jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut
dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya
koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara,
lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan
televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri. Hukum yang mengatur
hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan
tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang
mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut.
Lingkungan Hak Cipta Lingkup hak cipta diatur
didalam bab 2 mengenai LINGKUP HAK CIPTA pasal 2-28 : Ciptaan yang dilindungi
(pasal 12), Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: buku, Program Komputer, pamflet,
perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis
lain, ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu, alat
peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau
musik dengan atau tanpa teks, drama atau drama musikal, tari, koreografi,
pewayangan, dan pantomim, seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis,
gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni
terapan, arsitektur, peta, seni batik, fotografi, sinematografi, terjemahan,
tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalih wujudan.
Ciptaan yang tidak ada Hak Cipta (pasal 13), hasil rapat terbuka
lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau
pidato pejabat Pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim atau
keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
Perlindungan Hak Cipta Perlindungan hak cipta
tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki
bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan
yang lahir berdasarkan kemampuan, kreatifitas atau keahlian, sehingga ciptaan
itu dapat dilihat, dibaca atau didengar. Perlindungan hak cipta adalah suatu
cara yang digunakan bagi pemilik hak cipta agar suatu ciptaan nya dapat di
lindungi. Pemilik ciptaan akan mendapatkan perlindungan dengan cara
mendaftarkan ciptaannya akan mendapat surat pendaftaran ciptaan yang dapat
dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa
dikemudian hari terhadap ciptaan tersebut.
Pendaftaran HAKI (Hak Kekayaan Intelektual)
Seseorang atau badan hukum yang ingin mendapatkan perlindungan atas pemakaian
suatu merek dagang, jasa ataupun kolektif harus melakukan proses permohonan
pendaftaran terlebih dahulu pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
atau pada Konsultan Hak Kekayaan Intelektual yang terdaftar.
Ada 3 (tiga) macam merek yang dikenal dalam
UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, antara lain :
1.
Merek Dagang (Trademark).
2.
Merek Jasa (Service Mark).
3.
Merek Kolektif (Collective Mark).
Sumber :
http://apaazhaada.blogspot.com/2011/03/tentang-hak-cipta-ketentuan-umum.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
Dibuat nya Undang Undang No 36 tentang
telekomunikasi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan salah satunya adalah Bahwa
penyelenggara komunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung
terciptanya tujuan pemerataan pembangunan hasil-hasilnya, serta meningkatkan
hubungan antar bangsa.
Telekomunikasi berdasarkan Undang Undang No
36. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman atau penerimaan dari
setiap informasi dalam bentuk tanda tanda,isyarat,tulisan ,gambar,suara dan
bunyi melalui system kawat,optic,radio atau system elektromagnetik lainnya.
Asas dan Tujuan Telekomunikasi berdasarkan
Undang Undang No 36
Pasal 2 Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Pasal 2 Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Pasal 3 Telekomunikasi diselenggarakan dengan
tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan
ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.
Penyidikan Telekomunikasi berdasarkan Undang
Undang No 36 Pasal 44
(1)
Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia,
juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang
khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara
Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
(2)
Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berwenang :
a.
melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
b.
melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan hukum
yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomuniksi.
c.
menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat
telekomunikasi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
d.
memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
saksi atau tersangka.
e.
melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat
telekomunikasi yang diduga digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana
di bidang telekomunikasi.
f.
menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan
tindak pidana di bidang telekomunikasi.
g.
menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat
telekomuniksi yang digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di
bidang telekomunikasi.
h.
meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
i.
mengadakan penghentian penyidikan.
(3)
Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Sanksi Administrasi Telekomunikasi berdasarkan Undang Undang No 36
Pasal 45 Barang siapa melanggar ketentuan-ketentuan Pasal 16 ayat (1),
Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal 21, Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat (1),
Pasal 29 ayat (1),Pasal 29 ayat (2), Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (2),Pasal
34 ayat (1), atau Pasal 34 ayat (2) dikenai sanksi administrasi.
Pasal 46 (1)Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
berupa pencabutan izin. (2)Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan setelah diberi peringatan tertulis.
Ketentuan Pidana Telekomunikasi berdasarkan Undang Undang No 36
Pasal 47 Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 47 Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 48 Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama
1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
Pasal 49 Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dipidana dengan pidana penjara paling lama
2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
Pasal 50 Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan
atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 51 Penyelenggara telekomunikasi khusus yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) atau Pasal 29 ayat (2) , dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak
Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Pasal 52 Barang siapa memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan,
atau menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia
yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 ( satu) tahun dan atau
denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 53 (1)Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 400.000.000,00
(empat ratus juta rupiah). (2)Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 54 Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (2) atau Pasal 36 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
Pasal 55 Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan
atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 56 Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun.
Pasal 57 Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
Pasal 58 Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52, atau Pasal 56
dirampas untuk negara dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 59 Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal
49, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 57
adalah kejahatan.
Kesimpulan saya : Dengan adanya UU telekomunikasi diharapkan, dunia
telekomunikasi yang sesuai aturan dan tidak disalahgunakan untuk kepentingan
pribadi, selain itu dengan adanya UU telekomunikasi ini masyarakat dapat lebih
bijak dalam menggunakan social media, menjaga kerukunan antar umat beragama.
Semoga kedepannya dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara
adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan.
Sumber:
Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE).
Peraturan Bank Indonesia Tentang Internet
Banking. Saat ini pemanfaatan teknologi informasi merupakan bagian penting dari
hampir seluruh aktivitas masyarakat. Bahkan dalam dunia perbankan hampir
seluruh proses penyelenggaraan sistem pembayaran dilakukan secara elektronik.
Perkembangan teknologi informasi ini telah memaksa pelaku usaha mengubah strategi bisnisnya dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa. Pelayanan electronic transaction melalui internet banking (e-banking) merupakan salah satu bentuk baru dari delivery channel pelayanan bank yang mengubah pelayanan transaksi manual menjadi pelayanan transaksi oleh teknologi.
Perkembangan teknologi informasi ini telah memaksa pelaku usaha mengubah strategi bisnisnya dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa. Pelayanan electronic transaction melalui internet banking (e-banking) merupakan salah satu bentuk baru dari delivery channel pelayanan bank yang mengubah pelayanan transaksi manual menjadi pelayanan transaksi oleh teknologi.
Internet Banking (e-banking) adalah salah
satu pelayanan jasa bank yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi,
melakukan komunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan
internet. Bank penyelenggara e-banking harus memiliki wujud fisik dan jelas
keberadaannya dalam suatu wilayah hukum. Bank Indonesia tidak memperkenankan
kehadiran bank visual dan tidak memiliki kedudukan hukum. E-banking dipandang
bank Indonesia merupakan salah satu jasa layanan perbankan, sehingga bank
bersangkutan harus memiliki jasa layanan seperti layaknya bank konvensional.
Penyelenggaraan e-banking sangat dipengaruhi
oleh perkembangan teknologi informasi. Dalam kenyataannya pada satu sisi
membuat jalannya transaksi perbankan menjadi lebih mudah, akan tetapi di sisi
lain membuatnya semakin beresiko. Salah satu risiko yang terkait dengan
penyelenggaraan kegiatan e-banking adalah internet fraud atau penipuan melalui
internet. Dalam internet fraud ini menjadikan pihak bank atau nasabah sebagai
korban, yang dapat terjadi karena maksud jahat seseorang yang memiliki
kemampuan dalam bidang teknologi informasi, atau seseorang yang memanfaatkan
kelengahan pihak bank maupun pihak nasabah. Jasa-jasa yang ditawarkan oleh
e-banking antara lain :
a. Informational
Internet Banking: pelayanan jasa bank kepada nasabah dalam bentuk informasi
melalui jaringan internet dan tidak melakukan eksekusi transaksi.
b. Communicative Internet
Banking: pelayanan jasa bank kepada nasabah dalam bentuk komunikasi atau
melakukan interkasi dengan bank penyedia layanan internet banking secara
terbatas dan tidak melakukan eksekusi transaksi.
c.
Transactional Internet Banking: pelayanan jasa bank kepada
nasabah untuk melakukan interaksi dengan bank penyedia layanan internet banking
dan melakukan eksekusi transaksi.
Oleh karena itu,
perbankan harus meningkatkan keamanan e-banking seperti melalui standarisasi
pembuatan aplikasi e-banking, adanya panduan bila terjadi fraud dalam e-banking
dan pemberian informasi yang jelas kepada user.
Ketentuan/peraturan
untuk memperkecil resiko dalam penyelenggaraan E-banking, yaitu :
a. Surat keputusan
Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang
penggunaan teknologi system informasu oleh bank.
b. Undang-undang Nomor
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen.
c. Ketentuan Bank
Indonesia tentang penerapan Prinsip mengenai nasabah.
d. Peraturan Bank
Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
e.
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP tanggal 20
April 2004 tentang Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan
Jasa Bank Melalui Internet.
Payung hukum
setingkat undang-undang yang khusus mengatur tentang kegiatan di dunia maya
hingga saat ini belum ada di Indonesia. Dalam hal ini terjadi tindak pidana
kejahatan dunia maya, untuk penegakan hukumnya masih menggunakan
ketentuan-ketentuan yang ada di KUHP yakni mengenai pemalsuan surat, pencurian,
penggelapan, penipuan, penadahan, serta ketentuan yang terdapat dalam
Undang-undang tentang tindak pidanan pencucian uang dan Undang-undang tentang
merek.
Ketentuan-ketentuan
tersebut tentu saja belum bisa mengakomodir kejahatan-kejahatan di dunia maya
yang modus operasi terus berkembang. Selain itu dalam penanganan kasusnya
seringkali menghadapi kendala antara lain dalam hal pembuktian dengan
menggunakan alat bukti elektronik dan ancaman sanksi yang terdapat dalam KUHP
tidak sebanding dengan kerugian yang diderita oleh si korban.
Terkait dengan
hal-hal tersebut, kehadiran Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE) dan Undang-undnag tentang Transfer Dana (UU Transfer Dana)
diharapkan dapat menjadi faktor penting dalam upaya mencegah dan memberantas
cybercrime serta dapat memberikan deterrent effect kepada para pelaku
cybercrime sehingga akan berpikir jauh untuk melakukan aksinya. Selain itu, hal
yang penting lainnya adalah pemahaman yang sama dalam memandang cybercrime dari
aparat penegak hukum termasuk di dalamnya law enforcement.