Ejaan.
Pengertian Ejaan.
Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran,
bagaimana menempatkan tanda-tanda baca, bagaimana memotong-motong suatu kata,
dan bagaimana menggabungkan kata-kata.
Macam-macam Ejaan.
Ejaan Van Ophuysen.
Ejaan Van Ophuysen disebut juga Ejaan Balai Pustaka. Masyarakat pengguna bahasa
menerapkannya sejak tahun 1901 sampai 1947. Ejaan ini merupakan karya Ch.A Van
Ophyuse, dimuat dalam kitab Logat Melayoe (1901).
Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang
dimengerti oleh orang Belanda yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang
mirip dengan tuturan Belanda. Ciri khusus ejaan Van Ophyusen antara lain :
1. Huruf (u) ditulis (oe).
2. Komahamzah (K) ditulis dengan tanda (‘) pada akhir kata misalnya bapa’, ta’.
3. Jika pada suatu kata berakhir dengan huruf (a) mendapat akhiran (i), maka di
atas akhiran itu diberi tanda trema(“).
4. Huruf (c) yang pelafalannya keras diberi tanda (‘) diatasnya.
5. Kata ulang diberi angka 2, misalnya : janda2 (janda-janda).
6. Kata majemuk dirangkai ditulis dengan 3 cara :
- Dirangkai menjadi satu, misalnya (hoeloebalang, apabila)
- Dengan menggunakan tanda penghubung misalnya, (rumah- sakit)
- Dipisahkan, misalnya (anaknegeri).
Huruf hidup yang diberi titik dua diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö , menandai
bahwa huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan dipotong, sama
seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat ini.
Kebanyakan catatan tertulis Bahasa Melayu pada masa itu menggunkan huruf Arab
yang dikenal sebagai tulisan Jawi.
Ejaan Republik/Ejaan Soewandi.
Ejaan Republik dimuat dalam surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Mr. Soewandi No.264/bhg. A tanggal 19 maret 1947. Sebab ejaan ini disebut
sebagai Ejaan Suwandi. Sistem Ejaan Suwandi merupakan sistem ejaan latin untuk
Bahasa Indonesia.
Ciri khusus Ejaan Republik/Suwandi :
1. Huruf (oe) dalam ejaan Van Ophyusen berubah menjadi (u).
2. Tanda trema pada huruf (a) dan (i) dihilangkan.
3. Koma ‘ ain dan koma hamzah dihilangkan. Koma hamzah ditulis dengan (k)
misalnya kata’menjadi katak.
4. Huruf (e) keras dan (e) lemah ditulis tidak menggunakan tanda khusus,
misalnya ejaan, seekor, dsb.
5. Penulisan kata ulang dapat dilakukan dengan dua cara.
Contohnya :
- Berlari-larian.
- Berlari2-an.
6. Penulisan kata majemuk dapat dilakukan dengan tiga cara.
Contohnya :
- Tata laksana.
- Tata-laksana.
- Tatalaksana.
7. Kata yang berasal dari bahasa asing yang tidak menggunakan (e) lemah (pepet)
dalam Bahasa Indonesia ditulis tidak menggunakan (e) lemah, misalnya: (putra}
bukan (putera), (praktek) bukan (peraktek).
Ejaan Malindo.
Ejaan Malindo (Melayu-Indonesia) adalah suatu ejaan dari perumusan ejaan melayu
dan Indonesia. Perumusan ini berangkat dari kongres Bahasa Indonesia tahun 1954
di Medan, Sumatera Utara. Ejaan Malindo ini belum sempat diterapkan dalam
kegiatan sehari-hari karena saat itu terjadi konfrontasi antara Indonesia dan
Malaysia.
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
Ejaan Yang Disempurnakan (disingkat EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang
berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan Ejaan Republik atau
Ejaan Soewandi.
Sejarah Ejaan Yang Disempurnakan.
Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada
tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya
merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo.
Para pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari
panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan
yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas dasar surat
keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan no.062/67, tanggal 19 September
1967.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri
Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk
melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara
tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972,
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan
Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu
Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk
sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Pada waktu pidato kenegaraan untuk
memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia yang ke XXVII,
tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa
Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57
tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja
panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan
Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta
penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak
dipakai sejak bulan Maret 1947.
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan
yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975
memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Revisi 1987.
Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan
"Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Keputusan
menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.
Revisi 2009.
Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka
EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Perbedaan dengan ejaan sebelumnya.
Perubahan yang terdapat pada Ejaan Baru atau Ejaan LBK (1967), antara lain:
• "tj" menjadi "c" : tjutji → cuci
• "dj" menjadi "j": djarak → jarak
• "j" menjadi "y" : sajang → sayang
• "nj" menjadi "ny" : njamuk → nyamuk
• "sj" menjadi "sy" : sjarat → syarat
• "ch" menjadi "kh": achir → akhir
Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD, antara lain:
• Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan
pemakaiannya.
• Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap
digunakan, misalnya pada kata furqan, dan xenon.
• Awalan "di-" dan kata depan "di" dibedakan penulisannya.
Kata depan "di" pada contoh di rumah, di sawah, penulisannya
dipisahkan dengan spasi, sementara "di-" pada dibeli atau dimakan
ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
• Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak
digunakan sebagai penanda perulangan.
Secara umum, hal-hal yang diatur dalam EYD adalah:
1. Penulisan huruf, termasuk huruf kapital dan huruf miring.
2. Penulisan kata.
3. Penulisan tanda baca.
4. Penulisan singkatan dan akronim.
5. Penulisan angka dan lambang bilangan.
6. Penulisan unsur serapan.
Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen
diganti dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EYD, "oe" sudah tidak
digunakan.
Pemakaian huruf.
A. Huruf abjad. Ada 26 yang masing-masing memiliki jenis huruf besar dan kecil.
B. Huruf vokal. Ada 5: a, e, i, o, dan u. Tanda aksen é dapat digunakan pada
huruf e jika ejaan kata menimbulkan keraguan.
C. Huruf konsonan. Ada 21: b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v,
w, x, y, dan z.
1. Huruf c, q, v, w, x, dan y tidak punya contoh di akhir kata.
2. Huruf x tidak punya contoh di tengah kata.
3. Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu.
D. Huruf diftong. Ada 3: ai, au, dan oi.
E. Gabungan huruf konsonan. Ada 4: kh, ng, ny, dan sy.
F. Huruf kapital
1. Huruf pertama kata pada awal kalimat.
2. Huruf pertama petikan langsung.
3. Huruf pertama dalam kata dan ungkapan yang berhubungan dengan agama, kitab
suci, dan Tuhan, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
4. Huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti
nama orang
(tidak dipakai jika tidak diikuti nama orang).
5. Huruf pertama unsur nama jabatan yang diikuti nama orang, instansi, atau
tempat yang digunakan sebagai pengganti nama orang
(tidak dipakai jika tidak diikuti nama orang, instansi, atau tempat)
huruf pertama nama jabatan atau instansi yang merujuk kepada bentuk lengkapnya.
6. Huruf pertama unsur-unsur nama orang
(tidak dipakai pada de, van, der, von, da, bin, atau binti)
huruf pertama singkatan nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau
satuan ukuran
(tidak dipakai untuk nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan
ukuran).
7. Huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa
(tidak dipakai untuk nama bangsa, suku, dan bahasa yang digunakan sebagai
bentuk dasar kata turunan).
8. Huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan unsur-unsur nama
peristiwa sejarah
(tidak dipakai untuk peristiwa sejarah yang tidak digunakan sebagai nama).
9. Huruf pertama unsur-unsur nama diri geografi dan unsur-unsur nama geografi
yang diikuti nama diri geografi
(tidak dipakai untuk unsur geografi yang tidak diikuti oleh nama diri geografi
dan nama diri geografi yang digunakan sebagai penjelas nama jenis)
nama diri atau nama diri geografi jika kata yang mendahuluinya menggambarkan
kekhasan budaya.
10. Huruf pertama semua unsur nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga
ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi, kecuali kata tugas, seperti dan,
oleh,atau, dan untuk
(tidak dipakai untuk kata yang bukan nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga
ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi).
11. Huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama
lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dokumen resmi, dan judul
karangan.
12. Huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di
dalam judul buku, majalah, surat kabar, dan makalah, kecuali kata tugas seperti
di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
13. Huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan yang
digunakan dengan nama diri.
14. Huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang digunakan dalam
penyapaan atau pengacuan
(tidak dipakai jika tidak digunakan dalam pengacuan atau penyapaan).
15. Huruf pertama kata Anda yang digunakan dalam penyapaan.
16. Huruf pertama pada kata, seperti keterangan, catatan, dan misalnya yang
didahului oleh pernyataan lengkap dan diikuti oleh paparan yang berkaitan
dengan pernyataan lengkap itu.
G. Huruf miring
1. Menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
2. Menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
3. Menuliskan kata atau ungkapan yang bukan bahasa Indonesia (Dalam tulisan
tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring digarisbawahi)
Ungkapan asing yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia penulisannya
diperlakukan sebagai kata Indonesia.
H. Huruf tebal
1. Menuliskan judul buku, bab, bagian bab, daftar isi, daftar tabel, daftar
lambang, daftar pustaka, indeks, dan lampiran.
2. Tidak dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata,
atau kelompok kata; untuk keperluan itu digunakan huruf miring.
3. Menuliskan lema dan sublema serta untuk menuliskan lambang bilangan yang
menyatakan polisemi dalam cetakan kamus.
Penulisan kata.
A. Kata dasar. Ditulis sebagai satu kesatuan.
B. Kata turunan
1. Ditulis serangkai dengan kata dasarnya: dikelola, permainan.
2. Imbuhan ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau
mendahuluinya, tapi unsur gabungan kata ditulis terpisah jika hanya mendapat
awalan atau akhiran: bertanggung jawab, garis bawahi.
3. Imbuhan dan unsur gabungan kata ditulis serangkai jika mendapat awalan dan
akhiran sekaligus: pertanggungjawaban.
4. Ditulis serangkai jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam
kombinasi: adipati, narapidana.
5. Diberi tanda hubung jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya
adalah huruf kapital: non-Indonesia.
6. Ditulis terpisah jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa
dan kata yang bukan kata dasar: maha esa, maha pengasih.
C. Bentuk ulang. Ditulis lengkap dengan tanda hubung: anak-anak, sayur-mayur.
D. Gabungan kata
1. Ditulis terpisah antarunsurnya: duta besar, kambing hitam.
2. Dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur
yang bersangkutan untuk mencegah kesalahan pengertian: alat
pandang-dengar,anak-istri saya.
3. Ditulis serangkai untuk 47 pengecualian: acapkali, adakalanya, akhirulkalam,
alhamdulillah, astagfirullah, bagaimana, barangkali, bilamana, bismillah,
beasiswa,belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti, darmasiswa, dukacita,
halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada, keratabasa, kilometer,
manakala,manasuka, mangkubumi, matahari, olahraga, padahal, paramasastra,
peribahasa, puspawarna, radioaktif, sastramarga, saputangan, saripati,
sebagaimana,sediakala, segitiga, sekalipun, silaturahmi, sukacita, sukarela,
sukaria, syahbandar, titimangsa, wasalam.
E. Suku kata - Pemenggalan kata
1. Kata dasar
a. Di antara dua vokal berurutan di tengah kata (diftong tidak pernah
diceraikan): ma-in.
b. Sebelum huruf konsonan yang diapit dua vokal di tengah kata: ba-pak.
c. Di antara dua konsonan yang berurutan di tengah kata: man-di.
d. Di antara konsonan pertama dan kedua pada tiga konsonan yang berurutan di
tengah kata: ul-tra.
2. Kata berimbuhan: Sesudah awalan atau sebelum akhiran: me-rasa-kan.
3. Gabungan kata: Di antara unsur pembentuknya: bi-o-gra-fi.
F. Kata depan. di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya,
kecuali daripada, kepada, kesampingkan, keluar, kemari, terkemuka.
G. Partikel
1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya: betulkah, bacalah.
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya: apa pun, satu
kali pun.
3. Partikel pun ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya untuk adapun,
andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun,
meskipun,sekalipun, sungguhpun, walaupun.
H. Singkatan dan akronim
1. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti
dengan tanda titik: A.S. Kramawijaya, M.B.A.
2. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau
organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis
dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik: DPR, SMA.
3. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda
titik: dst., hlm.
4. Singkatan umum yang terdiri atas dua huruf diikuti tanda titik pada setiap
huruf: a.n., s.d.
5. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang
tidak diikuti tanda titik: cm, Cu.
6. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital: ABRI, PASI.
7. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan
suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital: Akabri,
Iwapi.
8. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf
kecil:pemilu, tilang.
I. Angka dan lambang bilangan. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan
atau nomor yang lazimnya ditulis dengan angka Arab atau angka Romawi.
1. Fungsi
a. menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi (ii) satuan waktu (iii)
nilai uang, dan (iv) kuantitas.
b. melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat.
c. menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
2. Penulisan
a. Lambang bilangan utuh dan pecahan dengan huruf.
b. Lambang bilangan tingkat.
c. Lambang bilangan yang mendapat akhiran –an.
d. Ditulis dengan huruf jika dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata,
kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam
perincian dan pemaparan.
e. Ditulis dengan huruf jika terletak di awal kalimat. Jika perlu, susunan
kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau
dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
f. Dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca bagi bilangan utuh yang
besar.
g. Tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di
dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
h. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
J. Kata ganti
1. Ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya: kusapa, kauberi.
2. Ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya: bukuku,
miliknya.
K. Kata sandang. si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya: sang
Kancil, si pengirim.
Pemakaian tanda baca.
A. Tanda titik
1. Dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan....
2. Dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau
daftar (tidak dipakai jika merupakan yang terakhir dalam suatu deretan).
3. Dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu
atau jangka waktu.
4. Dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan
tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
5. Dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya (tidak dipakai
jika tidak menunjukkan jumlah).
6. Tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala
ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
7. Tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2)
nama dan alamat penerima surat.
B. Tanda koma
1. Dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
2. Dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara
berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
3. Dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat
itu mendahului induk kalimatnya (tidak dipakai jika anak kalimat itu mengiringi
induk kalimatnya).
4. Dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat
pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula,
meskipun begitu, akan tetapi.
5. Dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata
yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
6. Dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat
(tidak dipakai jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda
seru).
7. Dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii)
tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis
berurutan.
8. Dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar
pustaka.
9. Dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
10. Dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
11. Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang
dinyatakan dengan angka.
12. Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
13. Dapat dipakai di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat untuk
menghindari salah baca.
C. Tanda titik koma
1. Dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan
setara.
2. Dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat
yang setara di dalam kalimat majemuk.
D. Tanda titik dua
1. Dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian
atau pemerian (tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap
yang mengakhiri pernyataan).
2. Dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
3. Dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam
percakapan.
4. Dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan
ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan,
serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
E. Tanda hubung
1. Dipakai untuk menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh penggantian
baris (Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau
pangkal baris).
2. Dipakai untuk menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau
akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris (Akhiran -i tidak
dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris).
3. Dipakai untuk menyambung unsur-unsur kata ulang.
4. Dipakai untuk menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian
tanggal.
5. Dapat dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau
ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata.
6. Dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai
dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an, (iv)
singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan
rangkap.
7. Dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
F. Tanda pisah
1. Dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan
di luar bangun kalimat.
2. Dipakai untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain
sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
3. Dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti 'sampai ke' atau
'sampai dengan'.
4. Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa
spasi sebelum dan sesudahnya.
G. Tanda tanya
1. Dipakai pada akhir kalimat Tanya.
2. Dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
H. Tanda seru
1. Dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah
yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
I. Tanda elipsis
1. Dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
2. Dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian
yang dihilangkan.
3. Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat
buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai
akhir kalimat.
J. Tanda petik
1. mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau
bahan tertulis lain.
2. mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
3. mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti
khusus.
4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda
petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada
ujung kalimat atau bagian kalimat.
6. Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu
ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
K. Tanda petik tunggal
1. mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
2. mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
L. Tanda kurung
1. mengapit keterangan atau penjelasan.
2. mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok
pembicaraan.
3. mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
4. mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
M. Tanda kurung siku
1. mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada
kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa
kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
2. mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
N. Tanda garis miring
1. dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu
tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
2. dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
O. Tanda penyingkat
1. menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.